puisiku
Hujan
Gemercik hujan menghampiri ke dalam relung jiwa
Seakan mengoyak nuansa hati yang sedikit hampa
Rintik air yang jatuh seakan menambah gegap gempita rasa
Tanpa peduli ruang semesta
Semua berjalan, tanpa sedikit
pun tertahan
Semua mengalir, tanpa ada tawaran
Aku, kau, bahkan kalian tak
sanggup melawan
Semua terikat dan hanyut dalam
dekapan
Siang malam bulan bintang semua terkapar
Tua muda pagi senja tak mampu membayar
Arah angin deras hujan semua berputar
Pergi acak semua terpencar
Riuh rendah menggema
Seakan nurani terbuka menganga
Tersentak dan mulai berirama
Tuk jatuhkan arogan terkesima
#Ilusi
Siang menghilang, malam
menjelang
Mengantarkan syair-syair riang
maupun kisah-kisah berang
Tanpa sempat menyeka peluh
keringat usang
Hanya meninggalkan ampas asa
terbuang
Kini sepi menghampiri
Tatkala rasa kantuk seakan tak
mau berbagi
Menyisakan diri dalam dekapan
nurani
Seakan keheningan menjeruji
diri
Lelah penat hal yang biasa
kulewati
Meski semua itu tak bisa
kuhindari
Kuhanya bisa terdiam dan
berpangku diri
Dan lepaskan imaji dalam ilusi
Entah
0.1
Baru berhenti hujan lama
dinanti
Seakan menggelitik ruang imaji
Yang telah lama mengering bak
cendawan mati
Mulai menyulam bait-bait
kehidupan
Entah yang berarti maupun
sepintas berjalan
Yang seakan-akan terus menari
berpelukan
Dalam sanubari yang penuh beban
Sirna sudah hilang musnah
Semua terbang tak tentu arah
Laksana dedaunan diterjang
topan serakah
Terpontang-panting cari
petuah..
Kontemplasi
Lembayung senja tergulung
langit nan kelam
Seakan menambah muramnya aura
malam
Terbersit setitik noda hitam
terekam
Membelah dinding hati nan
mencekam
Tanpa sadar palung kalbu
menggerutu
Dengan spontan semua meledak
tanpa kelu
Keluar melesat tanpa ragu
Memecah langit membisu
Entah dan entah mengapa semua
tanpa akhir
Apakah sampai hayat sentuh
titik nadir
Atau sampai semua asa terkilir
Seiring hembus angin malam
bergulir
Semua membekas dan kan terus
membekas
Semua terpagut dan terus
mengeras
Bak riak yang melukis air deras
Meluncur bak terjun bebas
Hujan 0.2
Hujan turun deras beringas
Seakan berpacu dengan helaan
nafas
Seakan tak peduli akan momen
nan membekas
Yang trus menggelayuti semakin
tegas
Bukannya reda dan sepertinya
enggan tuk reda
Malah hujan makin menggila
menerpa
Membombardir bebaskan penatnya
rasa
Memuntahkan amunisi yang slama
ini tertunda
Masih terasa udara dingin sisa
gerhana
Dan tak tahu panas mentari
pergi kemana
Hanya menyisakan puing rasa
merona
Yang terus terdiam tanpa suara
Ada tanda yang termaktub
Sore redup namun tak mengurangi
rasa takjub
Seakan membunuh naluri tuk ujub
Memori tergopoh mengarungi
puing terkatung
Mengingat dimensi realita tak
terhitung
Keringat terhenyak melebur
terkelupas
Menebar nuansa sepi terbang
lepas
Remuk sudah semua terkulai
Bak indah pelangi terbengkalai
Entah 0.2
Temaram selimuti dingin malam
Lelah menggumam, hanya bisa
diam
Jejak-jejak langkah jelas
terekam
Seiring jeritan putaran jam
Anak-anak hujan trus berderai
Menari-nari dengan santai
Seakan nyaman dan enggan
bertikai
Melibas semua hingga terkulai
Entah.....semua terburai dengan
lepas
Entah....semua terlahir dengan
bebas
Tanpa sekat-sekat pembatas
Tanpa episentrum nan jelas
Mungkin
Pagi mendung terselubung
Sinar mentari pun enggan
bergabung
Embun hatiku pun bergelayut
mendung
Jelas sudah tampak murung
Mungkin...pagi beranjak
Dan terik siang pun mendepak
Dengan garang menghentak
Memaksa mendung tuk beranjak
Mungkin....mendung terlalu
gagah
Tak bergeming dengan pongah
Menantang siang terperangah
Tak bernyali tak bertuah
Adhi Ismail, S.Pd
SMK Cendekia Batujajar
Komentar
Posting Komentar